Sabtu, 19 September 2015

Makalah Masa kejayaan pendidikan islam pada masa daulah bani Abbasiyah



Masa Kejayaan Pendidikan Islam

(Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok

Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pembimbing:
Syarifah Normawati, M. Pd. I



Oleh:
Acok Sudirman
Joni
M. Asri
Septiani Hasanah
Semester II/b


Jurusan Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam
STAI Ibnu Sina Batam
TA. 2015/2016
 



KATA PENGANTAR

               Alhamdulillahirobbil a’lamin, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Atas berkat limpahan rahmatNya, sehingga sampai saat ini kita masih diberi kesempatan dalam mengejar ilmu dan meraih cita-cita demi mengharap kebahagiaan dunia dan akhirat. Sholawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan besar, manusia paling sempurna yang layak untuk diteladani, yaitu Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga, para sohabat dan Insya Allah juga bagi para pengikut beliau hingga akhir zaman, Aamiiin. Pemakalah juga bersyukur karena izin Allah, dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam.
              Dalam tradisi ilmiah di kampus, tulisan yang menunjukkan karya tertentu dari mahasiswa biasa disebut makalah. Dalam penulisan makalah ini pemakalah  mengambil ringkasan dari buku-buku yang berkaitan dengan judul yang diangkat.
              Terimakasih pemakalah sampaikan kepada Ibu Syarifah Normawati, M. Pd. I selaku dosen mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Karena beliau telah memberikan arahan kepada pemakalah, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
               Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat pemakalah harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang barokah kepada pemakalah khususnya dan pembaca umumnya.


Batam, 15 Maret 2015


  Pemakalah
 



DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi ........................................................................................................  ii
Bab I Pendahuluan......................................................................................... 1
   A.    Latar Belakang..................................................................................... 1
    B.    Perumusan Masalah.............................................................................. 2
    C.    Tujuan Masalah..................................................................................... 2
Bab II Pembahasan........................................................................................ 3
A.        Masa pemerintahan dinasti abbasiyah (750-1258 M)........................... 3
B.         Perkembangan pendidikan islam pada masa daulah Abbasiyah.......... 5
C.         Lembaga-lembaga pendidikan Islam pada masa daulah Abbasiyah.... 10
Bab III Penutup.............................................................................................. 15
A.       Kesimpulan........................................................................................... 15
B.        Saran..................................................................................................... 16
Daftar Pustaka................................................................................................ 17








BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
              Ketika seseorang telah berhasil menjadi orang maksudnya sukses, tentu seseorang itu memiliki sejarah yang telah bisa membawanya hingga dia bertemu dengan kesuksesannya tersebut. Begitu besar jasa sejarah ketika terus diingat dan dijadikan pelajaran demi kemajuan diri.
               Segala yang ada di sekeliling kita, segala apa yang kita nikmati saat ini, seharusnya tak begitu saja kita rasakan. Namun, hasrat untuk mengetahui apa yang menyebabkan sesuatu itu terwujud, harus kita miliki, agar kita dapat menjadi manusia yang bersyukur dan bertanggung jawab terhadap hal yang kita raih tersebut.
              Salah satu sejarah yang harus kita ketahui serta pahami, yaitu sejarah pendidikan Islam. Sejarah pendidikan Islam merupakan keterangan yang menjelaskan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di dunia Islam dari waktu ke waktu, dari suatu Negara ke Negara lain dari masa Rasulullah SAW sampai masa sekarang. Yang hebatnya pendidikan Islam sejak zaman dahulu masih bisa dijadikan acuan untuk pendidikan Islam pada zaman sekarang, jadi pendidikan Islam zaman dahulu dengan sekarang masih relevan.
              Dalam makalah ini tidak akan dibahas seluruhnya mengenai sejarah Pendidikan Islam, akan tetapi yang dibahas hanya sejarah pendidikan Islam pada masa daulah Bani Abbasiyah. Pendidikan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah termasuk kelanjutan dari Daulah Bani Ummayyah. Daulah Bani Ummayyah digulingkan oleh Abbasiyah pada tahun 750 M, Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Ummayyah, walalupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun tetap berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Ummayyah di Timur (Damaskus) lalu digantikan oleh Daulah Bani Abbasiyah. Selanjutnya akan di bahas dalam bab pembahasan pada makalah ini.

B.   Perumusan Masalah
     Dalam makalah ini akan dibahas tentang:
1.      Bagaimana masa pemerintahan Bani Abbasiyah?
2.      Bagaimana perkembangan pendidikan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah?
3.      Apa saja lembaga-lembaga pendidikan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah?
4.      Apa yang dimaksud dengan Qurhur?
5.      Bagaimana runtuhnya dinasti Bani Abbasiyah?

C.   Tujuan
             Adapun tujuan dibuatnya makalah ini ialah menjadi referensi pembelajaran mengenai materi pendidikan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah, sehingga memudahkan para mahasiswa/i dalam memahami materi tersebut. Juga termasuk bahan dalam kelancaran diskusi, bagaimana perkembangan pendidikan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah dari awal berdiri hingga runtuh, dari khalifah pertamanya hingga khalifah terakhir, dan diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan bagi pembaca dan pendengar umumnya. Aamiin.




Bab II
Pembahasan

A.   Masa Pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah (750-1258 M)
         Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas as-Saffah atau lebih dikenal dengan sebutan Abu al-Abbas (750-754 M). Sekalipun Abu al-Abbas adalah orang yang mendirikan dinasti Abbasiyah, namun pembina yang sesungguhnya adalah Abu Ja’far al-Mansyur (754-775 M).
         Al-Mansyur dengan keras menghadapai perlawanan dari lawan-lawannya yaitu terutama Bani Ummayyah, Khawarij, dan Syi’ah. Untuk memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu persatu disingkirkan. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syiria dan mesir. Mereka dibunuh karena tidak bersedia membaiatnya, al-Mansyur memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani melakukannya, dan kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya.
          Ibukota yang awalnya terletak di al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri, khalifah al-Mansyur memindahkannya ke Baghdad, dekat bekas ibukota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada d tengah-tengah bangsa Persia. Lalu, al-Mansyur juga melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif.
         Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator dari kementrian yang ada, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protocol Negara, sekretaris Negara dan kepolisian Negara juga membenahi angkatan bersenjata. Selanjutnya, dia menunjuk Muhammad bin Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman Negara. Lalu, jawatan pos yang sudah ada sejak masa Bani Ummayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau sebelumnya hanya sekedar untuk mengantar surat. Namun, pada masa al-Mansyur ini, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
         Khalifah al-Mansyur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat dan memantapkan keamanan di daerah pembatasan. Di antara usaha-usaha tersebut ialah merebut kembali benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M.
       Banyak kebijakan yang dilakukan oleh al-Mansyur demi terciptanya kesejahteraan Daulah Bani Abbasiyah. Namun, masa kejayaan dinasti Abbasiyah bukanlah berada di masa pemerintahan al-Mansyur, akan tetapi pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid dan puteranya al-Makmun.
        Pada masa al-Rasyid (786-809 M), kekayaan negara banyak dimanfaatkan untuk keperluan social, mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Setelah al-Rasyid, al-Makmunlah yang menggantikan, al-Makmun dikenal sebagai kalifah yang sangat cinta dengan ilmu filsafat.
       Selanjutnya khalifah al-Makmun digantikan oleh al-Mu’tasim (833-842 M), al-Mu’tasim member peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Para pengawal berkebangsaan Turki ini kemudian berkuasa di istana, sehingga khalifah-khalifah Abbasiyah pada akhirnya menjadi boneka dalam tangan mereka. Yang memerintah pada hakekatnya bukan lagi khalifah, tetapi perwira-perwira dan tentara pengawal Turki itu.
                  Al-Wathiq (842-847 M), khalifah penggantinya, sadar dengan keadaan yang ada, lalu dia berusaha melapaskan diri dari cengkraman perwira-perwira Turki, dengan cara memindahkan ibu kota pemerintahan ke Sammara, tetapi usahanya tidak berhasil. Khalifah-khalifah Abbasiyah tetap berada di bawah bayang-bayang para perwira Turki.
     Selanjutnya, khalifah al-Mutawakkil (847-861 M) merupakan kekhalifahan besar terakhir dari dinasti Abbasiyah. Khalifah-khalifah sesudahnya pada umumnya lemah dan tidak mampu melawan kehendak tentara pengawal dan sultan-sultan yang kemudian datang menguasai ibu kota. Ibu kota kemudian dipundahkan lagi ke Baghdad oleh al-Mu’tadid (870-892 M). khalifah terakhir dari dinasti Abbasiyah adalah al-Mu’tasim (1242-1258 M), pada masanyalah Baghdad kemudian dihancurkan oleh tentara Hulagu Khan di tahun 1258 M.

B.   Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah
     Pada Daulah Bani Ummayyah merupakan masa ekspansi[1], tetapi pada Daulah Bani Abbasiyah merupakan masa pembentukan dan perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam. Di masa Abbasiyah inilah perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani meningkat pesat. Dan yang termasuk ilmu pengetahuan yang berkembang ialah ilmu kedokteran, matematika, optika, geografika, fisika, astronomi, sejarah dan filsafat.
     Perkembangan ilmu pengetahuan ditandai dengan mulainya kegiatan penerjemahan buku-buku, baik dari bahasa Sansekerta, Suriani mapun Yunani. Dan khalifah al-Mansyurlah yang meletakkan batu pertama bagi kegiatan penerjemahan ini. Diantara penerjemah yang terkemuka ialah Abdullah bin Muqaffa (757 M), seorang Majusi yang kemudian masuk Islam. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Kalilah Wa Dimmah, yang berasal dari bahasa Sansekerta dan sudah dialihbahasakan ke bahasa Persi.
     Pada masa khalifah al-Rasyid, Yuhannad bin Masuwaih diangkat sebagai penerjemah buku-buku lama yang terdapat di Ankara, Amuriayah dan di seluruh negeri Romawi. Penerjemah-penerjemah lainnya antara lain al-Hajjaj bin Matar, yang menerjemahkan buku Element karya Enclide. Yahya bin Khalid al-Barmaki, menerjemahkan sebagian dari buku Illiad, karya Hormeh. Abu Yahya bin al-Batriq (796-806 M) menerjemahkan buku-bukku karya Hipocrates (536 SM) dan Gallen (200 M).
     Pada masa al-Rasyid juga merupakan masa kesejahteraan bagi penduduk seluruh negeri. Gambaran kesejahteraan pada masa ini digambarkan dalam satu kisah yang terkenal, yaitu “Kisah Seribu Satu Malam”. Kemakmuran pada masa ini tidak semata-mata hanya untuk lingkungan kerajaan, tetapi juga diperlihatkan dalam bentuk pembangunan fasilitas social, seperti mendirikan rumah sakit, pendidikan kedokteran dan farmasi. Dinyatakan bahwa di kota Baghdad terdapat 800 dokter. Al-Rasyid merupakan Raja Besar di zaman tersebut dan hanya Charlemagne dari Eropa yang dapat menandinginya, al-Rasyid dipandang seorang penguasa yang paling cakap dan paling mulia dibandingkan khalifah-khalifah Abbasiyyah. Pasa masanya inilah Abbsiyah memasuki era baru yang sangat gemilang.
    
     Pada tahun 832 M khalifah al-Makmun mendirikan sebuah akademi di Bghdad yang bernama Bait al-Hikmah. Di tempat ini para ilmuan Muslim melakukan kegiatan penerjemahan, penelitian dan menulis buku. Kegiatan ilmiah terpenting dari lembaga ini adalah pada saat diketuai oleh Hunain bin Ishak. Dengan bantuan para penerjemahnya, Hunain berhasil memindahkan ke dalam bahasa Arab isi kandungan buku-buku karangan Eculide, Gallen, Hipocrates, Apollonius, Plato, Aristoteles, Themistus dan Paulus al-Agini.
     Di akhir masa pemerintahan al-Rasyid dan selama masa pemerintahan al-Makmun telah bermunculan perbendaharaan ilmu pengetahuan yang amat besar melalui hasil peninggalan Yunani. Sejak masa itu muncullah nama-nama ilmuwan Muslim dengan berbagai keahliannya. Pada bidang ilmu pengetahuan ada yang dikenal dengan al-Fazari sebgaai ahli astronomi, orang yang pertama kali menyusun astrolabe (alat untuk mengukur bintang). Al-Farghani, di Barat dikenal dengan sebutan al-Fragnus, orang yang mengarang ringkasan tentang ilmu astronomi dan bukunya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Dalam bidang optika dikenal nama Abu Ali al-Hasan bin al-Haytham (abad X), namun di Barat dikenal dengan sebutan al-Hazen. Menurut teorinya, yang diakui kebenarannya, “Bendalah yang mengirim cahaya ke mata dank arena menerima cahaya itu mata melihat benda yang bersangkutan.”.
     Dalam ilmu kimia dikenal nama jabir bin Hayyan dengan julukan bapak al-Kimia. Kemudian Abu Bakar al-Razi (856-925 M) adalah pengarang buku terbesar tentang kimia. Dalam bidang fisika ada Abu Raihan Muhammad al-Baituni (973-1048 M) yang menemukan teori tentang bumi berputar sekitar porosnya juga melakukan penyelidikan tentang kecepatan suara dan cahaya, serta berhasil menentukan berat dan kepadatan 18 macam permata dan metal. Dalam bidang geografis dikenal nama Abu al-Hasan Ali al-Mas’ud, seorang pengembara yang mengadakan kunjungan ke berbagai penjuru dunia Islam. Bukunya Maruj al-Zahab, berisi tentang geografi, agama, adat istiadat dari daerah-daerah yang dikunjunginya.
     Pengaruh Islam terbesar terdapat dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat. Dalam bidang kedokteran dikenal al-Razi, yang di Eropa dikenal dengan nama Rhazes. Al-Razi menulis masalah cacar dan campak. Begitu pentingnya buku ini sehingga diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa Eropa. Bukunya, al-Hawi, yang terdiri dari 20 jilid, membahas berbagai cabang ilmu kedokteran. Nama lain dalam bidang ini adalah Ibnu Sina (980-1037 M), selain filosof juga seorang dokter. Ibnu Sina mengarang ensiklopedia ilmu kedokteran yang berjudul al-Qanun fi al-Thib. Buku ini secara berulang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Eropa.
     Dalam bidang fildafat dikenal nama-nama seperti al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Diantara mereka yang pengaruhnya kuat di Eropa adalah Ibnu Rusyd, yang dikenal dengan sebutan Averros. Bahkan di Eropa ada aliran yang bernama Averroism. Al-Farabi mengarang buku-buku filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi tentang filsafat Aritoteles. Sementara Ibnu Sina di Eropa dikenal sebagai penafsir filsafat Aristoteles.
     Dalam periode ini pulalah lahirnya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan Islam. Diantaranya adalah penyusunan al-Hadits. Dalam bidang ini terkenal nama al-Bukhari dan Muslim (abad IX). Dalam bidang fiqih atau hukum Islam muncul nama-nama yaitu Malik bin Anas, al-Syafi’I, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal (abad VIII dan IX). Dalam bidang tafsir antara lain dikenal al-Thabari (839-923 M). Dalam bidang sejarah dikenal nama Ibnu Hisyam (abad VIII) dan Ibnu Sa’d (abad IX). Dalam bidang ilmu kalam dikenal nama-nama seperti Wasil bin Atha’, Ibnu Hudzail, al-Allaf (golongan Mu’tazilah), Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi (Ahlus Sunnah). Dalam bidang Tasawuf lahirlah nama-nama Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husein bin Mansyur al-Hallaj dan seterusnya. Dalam bidang sastra dikenal nama abu Farraj al-Isfahani dengan bukunya Kitab al-Aghani. Perguruan tinggi yang didirikan pada masa ini antara lain Bait al-Hikmah di Baghdad dan al-Azhar di Kairo.
     Pada masa ini juga pertama kalinya dalam sejarah terjadi kontak antara Islam dengan kebudayaan Barat, yaitu antara kebudayaan Yunani Klasik yang terdapat di Mesir, Suria, Mesopotamia dan Persia. Kontaknya dengan kebudayaan Barat telah membawa masa yang gemilang bagi Islam. Seterusnya, periode ini memiliki pengaruh, sekalipun tidak secara langsung pada munculnya masa Renaisans[2] di Barat. Dengan diterjemahkannya buku-buku yang ditulis oleh ilmuwan Islam ke dalam bahasa Eropa, mulailah Eropa kenal pada filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani. Masa kejayaan Islam adalah bersamaan dengan masa kegelapan Eropa. Tetapi dengan terjemahan buku-buku itu sedikit demi sedikit memberikan jalan bagi Eropa untuk memasuki abad pencerahan. Jacques C. Rislar mengatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknik Islam amat berpengaruh pada kebudayaan Barat yang terus berkembang hingga sekarang.
    Demikian merupakan perkembangan pengetahuan yang terjadi pada masa Abbasiyah, juga merupakan masa keemasan bagi dunia Islam pada saat itu. Dan masa keemasan ini terjadi terutama pada pemeritahan periode pertama, namun setelah periode ini berakhir, peradaban Islam juga mengalami masa kemunduran hingga saat ini.

C.   Lembaga-lembaga Pendidikan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah
     Kemajuan dalam segala bidang pendidikan, tentunya juga dilengkapai sarana atau tempat yang membantu kelancaran jalannya pendidikan tersebut. Berikut ini merupakan beberapa lembaga pendidikan yang berkembang pada masa Daulah Bani Abbasiyah.
a.      Kutab atau Maktab
     Kutab atau maktab berasal dari kata kataba yang artinya menulis atau tempat menulis. Namun akhirnya memiliki pengertian sebagai lembaga pendidikan dasar. Menurut catatan sejarah, kuttab telah ada sejak pra Islam. Diperkirakan mulai dikembangkan oleh pendatang ke tanah Arab, yang terdiri dari kaum Yahudi dan Nasrani sebagai cara mereka mengajarkan Taurat dan Injil, filsafat, jadal (ilmu debat), dan topic-topik yang berkenaan dengan agama mereka.
     Kutab pada masa ini meruoakan kelanjutan dari kuttab pada masa Daulah Umayyah. Para ahli sejarah pendidikan Islam sepakat bahwa kutab dan kuttab adalah hal yang sama, dalam arti lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis, kemudian meningkat kepada pengajaran Al-Quran dan pengetahuan agama tingkat dasar. Akan tetapi, keduanya memiliki perbedaan dalam fase, yaitu kalau kutab atau maktab berarti istilah lembaga pendidikan Islam untuk zaman modern, sedangkan kuttab berarti istilah lembaga pendidikan Islam untuk zaman klasik.
     Kurikulum yang dipakai adalah berorientasi kepada Al-Quran sebagai suatu textbook. Sehingga pembelajarannya mencakup membaca dan menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa Arab dan sejarah, yang khususnya berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW.


b.      Masjid
     Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah, melainkan juga berfungsi sebagaia pusat kegiatan pendidikan dan kebudayaan. Sistem pembelajaran di dalam masjid, berbentuk halaqah[3], berkembang dengan baik pada masa Abbasiyah, sejalan dengan munculnya bermacam-macam pengetahuan agama, sehingga terkadang di dalam suatu masjid besar terdapat beberapa halaqah dengan materi pembelajaran berbeda, seperti: nahu, ilmu kalam, fiqih dan lain-lain. Ini terjadi di masjid al-Kasai dan al-Manshur di Baghdad.
c.       Pendidikan Rendah di Istana (QURHUR)
     Pendidikan rendah di istana diperuntukkan bagi anak-anak para pejabat didasarkan atas pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan peserta didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya nanti setelah dewasa. Maka dari itu, para pembesar istana berusaha mempersiapkan anak-anaknya agar sejak kecil sudah diperkenalkan dengan lingkungan dan tugas-tugas yang akan diemban nanti. Demi kelancaran pendidikan, mereka memanggil guru-guru khusus untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka.
     Pendidikan di istana berbeda dengan pendidikan di kutab. Di istana para orang tua muridlah (para pembesar istana) yang membuat rencana  pembelajaran sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh orang tua dan sejalan dengan tujuan serta tanggung jawab yang akan dihadapi sang anak kelak.
d.      Toko-toko Buku (al-Hawarit al-Waraqin)
     Selama masa kejayaan Daulah Abbasiyah, toko-toko buku berkembang dengan pesat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Hebatnya, took-toko ini tidak hanya menjadi tempat pengumpulan dan penyebaran (penjualan) buku-buku, tetapi juga menjadi tempat studi dengan lingkaran-lingkaran studi yang berkembang di dalam toko buku tersebut. Penjaga toko selain menjadi pemilik toko, juga berperan sebagai muallim dalam lingkaran studi tersebut. Dan sebagian yang memiliki toko buku ialah para ulama. Hal ini menunjukkan betapa besarnya antusias umat Islam masa itu dalam menuntut ilmu.
e.       Perpustakaan (al-Maktabah)
     Salah satu perpustakaan yang sangat terkenal, yaitu Bait al-Hikmah, yang didirikan oleh al-Rasyid. Perpustakaan dikatakan sebagai lembaga pendidikan karena pada masa itu buku-buku sangat mahal harganya, ditulis dengan tangan, sehingga hanya orang-orang kaya saja yang bisa memiliki secara pribadi. Oleh sebab itu, bagi masyarakat umum pecinta ilmu, tentunya memanfaatkan perpustakaan ini sebagai sarana memperoleh ilmu pengetahuan dan untuk selanjutnya dikembangkan.
f.       Salun Kesusastraan (al-Shalunat al-Adabiyah)
     Salun Kesustraan adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh  para khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Pada masa Khulafaurrasyidin sebenarnya sudah ada dan diadakannya di masjid. Sedangkan pada masa Umayyah, pelaksaannya di istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja. Salun sastra yang berkembang adalah salun di sekitar para khalifah yang berwawasan ilmu dan para cendekiawan sahabatnya. Majelis sastra ini menjadi tempat pertemuan untuk bertukar pikiran tentang sastra dan ilmu pengetahuan.
     Pada masa al-Rasyid majelis sastra ini sangat berkembang, Karena al-Rasyid sendiri merupakan ahli pengetahuan yang cerdas, sehingga al-Rasyid aktif di dalamnya. Pada masa pemerintahannya sering diadakan perlombaan antara ahli-ahli syair, perdebatan antara fukaha dan juga sayembara antara ahli kesenian dan pujangga.
g.      Rumah Para Ilmuwan (Bait al-Ulama’)
     Beberapa ilmuwan menjadikan rumah mereka sebagai lembaga pendidikan, antara lain seperti rumah Abi Muhammad ibn Hatim al-Razi al-Hafiz dalam mempelajari ilmu-ilmu Hadits. Rumah Ibnu Sina dalam mempelajari ilmu kedokteran dan rumah Abi Sulaiman al-Sajastani dalam mempelajari ilmu filsafat dan ilmu mantik[4].
h.      Observatorium dan Rumah Sakit (al-Bamaristan)
     Observatorium berfungsi sebagai lembaga pendidikan atau sebagai tempat untuk transmisi ilmu pengetahuan. Di observatorium sering diadakan kajian-kajian ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani. Para ilmuwan melakukan pengamatan dan riset di observatorium tersebut.
     Rumah sakit juga merupakan tempat menggali ilmu, khususnya bagi calon dokter atau orang yang sedang menuntut ilmu kedokteran. Sehingga rumah sakit merupakan tempat mereka mempraktekkan segala teori yang telah mereka dapatkan sebelumnya. Bisa dikatakan observatorium dan rumah sakit juga merupakan dua lembaga yang memiliki peran terhadap berkembangnya pendidikan Islam.  


i.        Al-Ribath
     Al-Ribath merupakan tempat kegiatan orang sufi yang ingin menjauh dari keduniawian dan berkonsentrasi semata-mata hanya untuk beribadah. Juga memberikan perhatian terhadap keilmuan yang dipimpin syeikh yang terkenal dengan ilmu dan kesholikhannya.
j.        Al-Zawiyah
     Al-Zawiyah merupakan tempat berlangsungnya pengajian-pengajian yang mempelajari dan membahas dalil-dalil naqliyah dan aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta digunakan oleh para sufi sebagai tempat untuk halaqah berdzikir dan tafakur untuk mengingat dan merenungkan keagungan Allah SWT.
         




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
     Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad, Irak. Bani Abbasiyah berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia.
     Bani Abbasiyah berkuasa selama 150 tahun setelah berhasil merebut kekuasaan Bani Umayyah pada tahun 750 M. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad SAW. yang termuda yaitu Abbas bin Abdul Muthalib, oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim.
     Daulah Abbasiyah mencapai masa kejayaannnya pada masa pemerintahan al-Rasyid dan putranya al-Makmun. Kekayaan Negara banyak dimanfaatkan al-Rasyid untuk keperluan social dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Daulah Abbasiyah lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbasiyah dengan Bani umayyah.


B.     Saran
     Semoga dengan adanya perjuangan para ilmuwan Islam dapat memacu semangat kita sebagai generasi yang akan datang dalam menuntut ilmu, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu agama.
     Dengan segala penyajian makalah yang masih jauh dari kata sempurna, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah-makalah selanjutnya. Terimakasih.





Daftar Pustaka

Buku Pustaka:
Suryantara, H. Bahroin. 2011. Sejarah Kebudayaan Islam. Bogor: Yudhistira.
Ramayulis. 2011. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Internet:
Dr. Marzuki, M.Ag_. Buku PAI SMP - 8 Sejarah Bab 10.pdf.










[1]   Ekspansi/ek-span-si/ekspansi/n perluasan wilayah suatu Negara dengan menduduki (sebagian atau seluruhnya) wilayah negara lain; perluasan daerah. Lihat di KBBI, (http://kbbi.web.id/ekspansi).
[2]   Renaisans/re-nai-sans/n masa peralihan dr abad pertengahan kea bad modern di Eropa (abad ke-14-17) yang ditandai oleh perhatian kembali kepada kesusastraan klasik, berkembangnya kesenian dan kesusastraan baru dan tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Lihat di KBBI, (http://kbbi.web.id/renaisans).

[3]   Halaqah adalah sekumpulan orang yang ingin mempelajari dan mengamalkan islam secara serius. Lihat di https://myhalaqoh.wordpress.com/about/.


[4]   Ilmu Mantik ialah pengetahuan tata cara berfikri (atau hal menerangkan sesuatu) hanya berdasarkan pikiran belaka,logika. Lihat di http://kbbi.web.id/ilmu.
Load disqus comments

2 komentar