Masa Kejayaan Pendidikan Islam
(Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah)
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Kelompok
Mata Kuliah Sejarah Pendidikan
Islam
Dosen Pembimbing:
Syarifah Normawati, M. Pd. I
Oleh:
Acok
Sudirman
Joni
M.
Asri
Septiani
Hasanah
Semester
II/b
Jurusan
Tarbiyah
Program
Studi Pendidikan Agama Islam
STAI
Ibnu Sina Batam
TA.
2015/2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil
a’lamin, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Atas berkat limpahan
rahmatNya, sehingga sampai saat ini kita masih diberi kesempatan dalam mengejar
ilmu dan meraih cita-cita demi mengharap kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sholawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan besar, manusia
paling sempurna yang layak untuk diteladani, yaitu Nabi Muhammad SAW. beserta
keluarga, para sohabat dan Insya Allah juga bagi para pengikut beliau hingga
akhir zaman, Aamiiin. Pemakalah juga bersyukur karena izin Allah, dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Sejarah
Pendidikan Islam.
Dalam tradisi ilmiah di kampus, tulisan yang
menunjukkan karya tertentu dari mahasiswa biasa disebut makalah. Dalam
penulisan makalah ini pemakalah
mengambil ringkasan dari buku-buku yang berkaitan dengan judul yang
diangkat.
Terimakasih pemakalah sampaikan kepada Ibu
Syarifah Normawati, M. Pd. I selaku dosen mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam.
Karena beliau telah memberikan arahan kepada pemakalah, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan
dalam pembuatan makalah ini. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sangat pemakalah harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang barokah kepada pemakalah
khususnya dan pembaca umumnya.
Batam, 15 Maret
2015
Pemakalah
DAFTAR ISI
Kata
pengantar...............................................................................................
i
Daftar
Isi ........................................................................................................ ii
Bab
I Pendahuluan.........................................................................................
1
A. Latar
Belakang.....................................................................................
1
B. Perumusan
Masalah..............................................................................
2
C. Tujuan
Masalah.....................................................................................
2
Bab
II Pembahasan........................................................................................
3
A.
Masa pemerintahan
dinasti abbasiyah (750-1258 M)...........................
3
B.
Perkembangan
pendidikan islam pada masa daulah Abbasiyah..........
5
C.
Lembaga-lembaga
pendidikan Islam pada masa daulah Abbasiyah....
10
Bab III Penutup..............................................................................................
15
A.
Kesimpulan...........................................................................................
15
B.
Saran.....................................................................................................
16
Daftar Pustaka................................................................................................
17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ketika seseorang telah berhasil menjadi orang
maksudnya sukses, tentu seseorang itu memiliki sejarah yang telah bisa
membawanya hingga dia bertemu dengan kesuksesannya tersebut. Begitu besar jasa
sejarah ketika terus diingat dan dijadikan pelajaran demi kemajuan diri.
Segala yang ada di sekeliling kita, segala
apa yang kita nikmati saat ini, seharusnya tak begitu saja kita rasakan. Namun,
hasrat untuk mengetahui apa yang menyebabkan sesuatu itu terwujud, harus kita
miliki, agar kita dapat menjadi manusia yang bersyukur dan bertanggung jawab
terhadap hal yang kita raih tersebut.
Salah satu sejarah yang harus kita ketahui
serta pahami, yaitu sejarah pendidikan Islam. Sejarah pendidikan Islam
merupakan keterangan yang menjelaskan mengenai pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan Islam di dunia Islam dari waktu ke waktu, dari suatu Negara ke
Negara lain dari masa Rasulullah SAW sampai masa sekarang. Yang hebatnya
pendidikan Islam sejak zaman dahulu masih bisa dijadikan acuan untuk pendidikan
Islam pada zaman sekarang, jadi pendidikan Islam zaman dahulu dengan sekarang
masih relevan.
Dalam makalah ini tidak akan dibahas
seluruhnya mengenai sejarah Pendidikan Islam, akan tetapi yang dibahas hanya
sejarah pendidikan Islam pada masa daulah Bani Abbasiyah. Pendidikan Islam pada
masa Daulah Bani Abbasiyah termasuk kelanjutan dari Daulah Bani Ummayyah.
Daulah Bani Ummayyah digulingkan oleh Abbasiyah pada tahun 750 M, Marwan bin
Muhammad, khalifah terakhir Bani Ummayyah, walalupun berhasil melarikan diri ke
Mesir, namun tetap berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin
Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Ummayyah di Timur (Damaskus) lalu
digantikan oleh Daulah Bani Abbasiyah. Selanjutnya akan di bahas dalam bab
pembahasan pada makalah ini.
B.
Perumusan
Masalah
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang:
1.
Bagaimana
masa pemerintahan Bani Abbasiyah?
2.
Bagaimana
perkembangan pendidikan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah?
3.
Apa
saja lembaga-lembaga pendidikan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah?
4.
Apa
yang dimaksud dengan Qurhur?
5.
Bagaimana
runtuhnya dinasti Bani Abbasiyah?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini ialah
menjadi referensi pembelajaran mengenai materi pendidikan Islam pada masa Daulah
Bani Abbasiyah, sehingga memudahkan para mahasiswa/i dalam memahami materi
tersebut. Juga termasuk bahan dalam kelancaran diskusi, bagaimana perkembangan
pendidikan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah dari awal berdiri hingga
runtuh, dari khalifah pertamanya hingga khalifah terakhir, dan diharapkan
makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan bagi pembaca dan
pendengar umumnya. Aamiin.
Bab II
Pembahasan
A. Masa Pemerintahan
Dinasti Bani Abbasiyah (750-1258 M)
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah
bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas as-Saffah atau lebih dikenal
dengan sebutan Abu al-Abbas (750-754 M). Sekalipun Abu al-Abbas adalah orang
yang mendirikan dinasti Abbasiyah, namun pembina yang sesungguhnya adalah Abu Ja’far
al-Mansyur (754-775 M).
Al-Mansyur dengan keras menghadapai
perlawanan dari lawan-lawannya yaitu terutama Bani Ummayyah, Khawarij, dan
Syi’ah. Untuk memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi
saingan baginya satu persatu disingkirkan. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali,
keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah
sebelumnya di Syiria dan mesir. Mereka dibunuh karena tidak bersedia
membaiatnya, al-Mansyur memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani melakukannya, dan
kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena
dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya.
Ibukota yang awalnya terletak di
al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga
stabilitas Negara yang baru berdiri, khalifah al-Mansyur memindahkannya ke
Baghdad, dekat bekas ibukota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian
pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada d tengah-tengah bangsa Persia.
Lalu, al-Mansyur juga melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di
antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif.
Di bidang pemerintahan, dia menciptakan
tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator dari kementrian yang
ada, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh,
Persia. Dia juga membentuk lembaga protocol Negara, sekretaris Negara dan
kepolisian Negara juga membenahi angkatan bersenjata. Selanjutnya, dia menunjuk
Muhammad bin Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman Negara. Lalu,
jawatan pos yang sudah ada sejak masa Bani Ummayyah ditingkatkan peranannya
dengan tambahan tugas. Kalau sebelumnya hanya sekedar untuk mengantar surat.
Namun, pada masa al-Mansyur ini, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh
informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan
lancar. Para direktur jawatan pos melaporkan tingkah laku gubernur setempat
kepada khalifah.
Khalifah al-Mansyur juga berusaha menaklukan
kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat
dan memantapkan keamanan di daerah pembatasan. Di antara usaha-usaha tersebut
ialah merebut kembali benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia
dan Cicilia pada tahun 756-758 M.
Banyak kebijakan yang dilakukan oleh
al-Mansyur demi terciptanya kesejahteraan Daulah Bani Abbasiyah. Namun, masa
kejayaan dinasti Abbasiyah bukanlah berada di masa pemerintahan al-Mansyur,
akan tetapi pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid dan puteranya al-Makmun.
Pada
masa al-Rasyid (786-809 M), kekayaan negara banyak dimanfaatkan untuk keperluan
social, mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Setelah
al-Rasyid, al-Makmunlah yang menggantikan, al-Makmun dikenal sebagai kalifah
yang sangat cinta dengan ilmu filsafat.
Selanjutnya khalifah al-Makmun digantikan oleh
al-Mu’tasim (833-842 M), al-Mu’tasim member peluang besar kepada orang-orang
Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Keterlibatan mereka dimulai sebagai
tentara pengawal. Para pengawal berkebangsaan Turki ini kemudian berkuasa di
istana, sehingga khalifah-khalifah Abbasiyah pada akhirnya menjadi boneka dalam
tangan mereka. Yang memerintah pada hakekatnya bukan lagi khalifah, tetapi
perwira-perwira dan tentara pengawal Turki itu.
Al-Wathiq
(842-847 M), khalifah penggantinya, sadar dengan keadaan yang ada, lalu dia
berusaha melapaskan diri dari cengkraman perwira-perwira Turki, dengan cara
memindahkan ibu kota pemerintahan ke Sammara, tetapi usahanya tidak berhasil.
Khalifah-khalifah Abbasiyah tetap berada di bawah bayang-bayang para perwira
Turki.
Selanjutnya, khalifah al-Mutawakkil
(847-861 M) merupakan kekhalifahan besar terakhir dari dinasti Abbasiyah. Khalifah-khalifah
sesudahnya pada umumnya lemah dan tidak mampu melawan kehendak tentara pengawal
dan sultan-sultan yang kemudian datang menguasai ibu kota. Ibu kota kemudian
dipundahkan lagi ke Baghdad oleh al-Mu’tadid (870-892 M). khalifah terakhir
dari dinasti Abbasiyah adalah al-Mu’tasim (1242-1258 M), pada masanyalah Baghdad
kemudian dihancurkan oleh tentara Hulagu Khan di tahun 1258 M.
B. Perkembangan Pendidikan
Islam pada Masa Daulah Abbasiyah
Pada Daulah Bani
Ummayyah merupakan masa ekspansi[1],
tetapi pada Daulah Bani Abbasiyah merupakan masa pembentukan dan perkembangan
kebudayaan dan peradaban Islam. Di masa Abbasiyah inilah perhatian terhadap
ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani meningkat pesat. Dan yang termasuk ilmu
pengetahuan yang berkembang ialah ilmu kedokteran, matematika, optika,
geografika, fisika, astronomi, sejarah dan filsafat.
Perkembangan ilmu pengetahuan ditandai dengan mulainya kegiatan
penerjemahan buku-buku, baik dari bahasa Sansekerta, Suriani mapun Yunani. Dan
khalifah al-Mansyurlah yang meletakkan batu pertama bagi kegiatan penerjemahan ini.
Diantara penerjemah yang terkemuka ialah Abdullah bin Muqaffa (757 M), seorang
Majusi yang kemudian masuk Islam. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Kalilah Wa Dimmah, yang berasal dari
bahasa Sansekerta dan sudah dialihbahasakan ke bahasa Persi.
Pada masa khalifah al-Rasyid, Yuhannad bin Masuwaih diangkat sebagai
penerjemah buku-buku lama yang terdapat di Ankara, Amuriayah dan di seluruh
negeri Romawi. Penerjemah-penerjemah lainnya antara lain al-Hajjaj bin Matar,
yang menerjemahkan buku Element karya
Enclide. Yahya bin Khalid al-Barmaki, menerjemahkan sebagian dari buku Illiad, karya Hormeh. Abu Yahya bin
al-Batriq (796-806 M) menerjemahkan buku-bukku karya Hipocrates (536 SM) dan
Gallen (200 M).
Pada masa al-Rasyid juga merupakan masa kesejahteraan bagi penduduk
seluruh negeri. Gambaran kesejahteraan pada masa ini digambarkan dalam satu
kisah yang terkenal, yaitu “Kisah Seribu
Satu Malam”. Kemakmuran pada masa ini tidak semata-mata hanya untuk
lingkungan kerajaan, tetapi juga diperlihatkan dalam bentuk pembangunan
fasilitas social, seperti mendirikan rumah sakit, pendidikan kedokteran dan
farmasi. Dinyatakan bahwa di kota Baghdad terdapat 800 dokter. Al-Rasyid
merupakan Raja Besar di zaman tersebut dan hanya Charlemagne dari Eropa yang dapat
menandinginya, al-Rasyid dipandang seorang penguasa yang paling cakap dan
paling mulia dibandingkan khalifah-khalifah Abbasiyyah. Pasa masanya inilah
Abbsiyah memasuki era baru yang sangat gemilang.
Pada tahun 832 M khalifah al-Makmun mendirikan sebuah akademi di Bghdad
yang bernama Bait al-Hikmah. Di
tempat ini para ilmuan Muslim melakukan kegiatan penerjemahan, penelitian dan
menulis buku. Kegiatan ilmiah terpenting dari lembaga ini adalah pada saat
diketuai oleh Hunain bin Ishak. Dengan bantuan para penerjemahnya, Hunain
berhasil memindahkan ke dalam bahasa Arab isi kandungan buku-buku karangan
Eculide, Gallen, Hipocrates, Apollonius, Plato, Aristoteles, Themistus dan
Paulus al-Agini.
Di akhir masa pemerintahan al-Rasyid dan selama masa pemerintahan
al-Makmun telah bermunculan perbendaharaan ilmu pengetahuan yang amat besar
melalui hasil peninggalan Yunani. Sejak masa itu muncullah nama-nama ilmuwan
Muslim dengan berbagai keahliannya. Pada bidang ilmu pengetahuan ada yang
dikenal dengan al-Fazari sebgaai ahli astronomi, orang yang pertama kali
menyusun astrolabe (alat untuk mengukur bintang). Al-Farghani, di Barat dikenal
dengan sebutan al-Fragnus, orang yang
mengarang ringkasan tentang ilmu astronomi dan bukunya ini diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin. Dalam bidang optika dikenal nama Abu Ali al-Hasan bin al-Haytham
(abad X), namun di Barat dikenal dengan sebutan al-Hazen. Menurut teorinya, yang diakui kebenarannya, “Bendalah yang mengirim cahaya ke mata dank
arena menerima cahaya itu mata melihat benda yang bersangkutan.”.
Dalam ilmu kimia dikenal nama jabir bin Hayyan dengan julukan bapak
al-Kimia. Kemudian Abu Bakar al-Razi (856-925 M) adalah pengarang buku terbesar
tentang kimia. Dalam bidang fisika ada Abu Raihan Muhammad al-Baituni (973-1048
M) yang menemukan teori tentang bumi berputar sekitar porosnya juga melakukan
penyelidikan tentang kecepatan suara dan cahaya, serta berhasil menentukan
berat dan kepadatan 18 macam permata dan metal. Dalam bidang geografis dikenal
nama Abu al-Hasan Ali al-Mas’ud, seorang pengembara yang mengadakan kunjungan
ke berbagai penjuru dunia Islam. Bukunya Maruj
al-Zahab, berisi tentang geografi, agama, adat istiadat dari daerah-daerah
yang dikunjunginya.
Pengaruh Islam terbesar terdapat dalam bidang ilmu kedokteran dan
filsafat. Dalam bidang kedokteran dikenal al-Razi, yang di Eropa dikenal dengan
nama Rhazes. Al-Razi menulis masalah
cacar dan campak. Begitu pentingnya buku ini sehingga diterjemahkan ke dalam
beberapa bahasa Eropa. Bukunya, al-Hawi,
yang terdiri dari 20 jilid, membahas berbagai cabang ilmu kedokteran. Nama lain
dalam bidang ini adalah Ibnu Sina (980-1037 M), selain filosof juga seorang
dokter. Ibnu Sina mengarang ensiklopedia ilmu kedokteran yang berjudul al-Qanun fi al-Thib. Buku ini secara
berulang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Eropa.
Dalam bidang fildafat dikenal nama-nama seperti al-Farabi, Ibnu Sina dan
Ibnu Rusyd. Diantara mereka yang pengaruhnya kuat di Eropa adalah Ibnu Rusyd,
yang dikenal dengan sebutan Averros. Bahkan di Eropa ada aliran yang bernama Averroism. Al-Farabi mengarang buku-buku
filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi tentang filsafat
Aritoteles. Sementara Ibnu Sina di Eropa dikenal sebagai penafsir filsafat
Aristoteles.
Dalam periode ini pulalah lahirnya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
keagamaan Islam. Diantaranya adalah penyusunan al-Hadits. Dalam bidang ini
terkenal nama al-Bukhari dan Muslim (abad IX). Dalam bidang fiqih atau hukum
Islam muncul nama-nama yaitu Malik bin Anas, al-Syafi’I, Abu Hanifah dan Ahmad
bin Hanbal (abad VIII dan IX). Dalam bidang tafsir antara lain dikenal
al-Thabari (839-923 M). Dalam bidang sejarah dikenal nama Ibnu Hisyam (abad
VIII) dan Ibnu Sa’d (abad IX). Dalam bidang ilmu kalam dikenal nama-nama
seperti Wasil bin Atha’, Ibnu Hudzail, al-Allaf (golongan Mu’tazilah), Abu
Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi (Ahlus Sunnah). Dalam bidang Tasawuf lahirlah
nama-nama Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husein bin Mansyur al-Hallaj
dan seterusnya. Dalam bidang sastra dikenal nama abu Farraj al-Isfahani dengan
bukunya Kitab al-Aghani. Perguruan
tinggi yang didirikan pada masa ini antara lain Bait al-Hikmah di Baghdad dan
al-Azhar di Kairo.
Pada masa ini juga pertama kalinya dalam sejarah terjadi kontak antara
Islam dengan kebudayaan Barat, yaitu antara kebudayaan Yunani Klasik yang
terdapat di Mesir, Suria, Mesopotamia dan Persia. Kontaknya dengan kebudayaan
Barat telah membawa masa yang gemilang bagi Islam. Seterusnya, periode ini
memiliki pengaruh, sekalipun tidak secara langsung pada munculnya masa
Renaisans[2]
di Barat. Dengan diterjemahkannya buku-buku yang ditulis oleh ilmuwan Islam ke
dalam bahasa Eropa, mulailah Eropa kenal pada filsafat dan ilmu pengetahuan
Yunani. Masa kejayaan Islam adalah bersamaan dengan masa kegelapan Eropa.
Tetapi dengan terjemahan buku-buku itu sedikit demi sedikit memberikan jalan
bagi Eropa untuk memasuki abad pencerahan. Jacques
C. Rislar mengatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknik Islam amat
berpengaruh pada kebudayaan Barat yang terus berkembang hingga sekarang.
Demikian merupakan perkembangan pengetahuan yang terjadi pada masa
Abbasiyah, juga merupakan masa keemasan bagi dunia Islam pada saat itu. Dan
masa keemasan ini terjadi terutama pada pemeritahan periode pertama, namun
setelah periode ini berakhir, peradaban Islam juga mengalami masa kemunduran
hingga saat ini.
C. Lembaga-lembaga
Pendidikan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah
Kemajuan dalam segala
bidang pendidikan, tentunya juga dilengkapai sarana atau tempat yang membantu
kelancaran jalannya pendidikan tersebut. Berikut ini merupakan beberapa lembaga
pendidikan yang berkembang pada masa Daulah Bani Abbasiyah.
a.
Kutab
atau Maktab
Kutab atau maktab berasal dari kata kataba yang artinya menulis atau
tempat menulis. Namun akhirnya memiliki pengertian sebagai lembaga pendidikan
dasar. Menurut catatan sejarah, kuttab
telah ada sejak pra Islam. Diperkirakan mulai dikembangkan oleh pendatang ke
tanah Arab, yang terdiri dari kaum Yahudi dan Nasrani sebagai cara mereka
mengajarkan Taurat dan Injil, filsafat, jadal
(ilmu debat), dan topic-topik yang berkenaan dengan agama mereka.
Kutab pada masa ini meruoakan kelanjutan dari kuttab pada masa Daulah
Umayyah. Para ahli sejarah pendidikan Islam sepakat bahwa kutab dan kuttab
adalah hal yang sama, dalam arti lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang
mengajarkan membaca dan menulis, kemudian meningkat kepada pengajaran Al-Quran
dan pengetahuan agama tingkat dasar. Akan tetapi, keduanya memiliki perbedaan
dalam fase, yaitu kalau kutab atau maktab berarti istilah lembaga pendidikan
Islam untuk zaman modern, sedangkan kuttab berarti istilah lembaga pendidikan
Islam untuk zaman klasik.
Kurikulum yang dipakai adalah berorientasi kepada Al-Quran sebagai suatu
textbook. Sehingga pembelajarannya
mencakup membaca dan menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa Arab dan sejarah,
yang khususnya berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW.
b.
Masjid
Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah, melainkan juga
berfungsi sebagaia pusat kegiatan pendidikan dan kebudayaan. Sistem
pembelajaran di dalam masjid, berbentuk halaqah[3],
berkembang dengan baik pada masa Abbasiyah, sejalan dengan munculnya
bermacam-macam pengetahuan agama, sehingga terkadang di dalam suatu masjid
besar terdapat beberapa halaqah
dengan materi pembelajaran berbeda, seperti: nahu, ilmu kalam, fiqih dan
lain-lain. Ini terjadi di masjid al-Kasai dan al-Manshur di Baghdad.
c.
Pendidikan
Rendah di Istana (QURHUR)
Pendidikan rendah di istana diperuntukkan bagi anak-anak para pejabat
didasarkan atas pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan
peserta didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya nanti setelah dewasa. Maka
dari itu, para pembesar istana berusaha mempersiapkan anak-anaknya agar sejak kecil
sudah diperkenalkan dengan lingkungan dan tugas-tugas yang akan diemban nanti.
Demi kelancaran pendidikan, mereka memanggil guru-guru khusus untuk memberikan
pendidikan kepada anak-anak mereka.
Pendidikan di istana berbeda dengan pendidikan di kutab. Di istana para
orang tua muridlah (para pembesar istana) yang membuat rencana pembelajaran sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki oleh orang tua dan sejalan dengan tujuan serta tanggung jawab yang
akan dihadapi sang anak kelak.
d.
Toko-toko
Buku (al-Hawarit al-Waraqin)
Selama masa kejayaan Daulah Abbasiyah, toko-toko buku berkembang dengan
pesat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Hebatnya,
took-toko ini tidak hanya menjadi tempat pengumpulan dan penyebaran (penjualan)
buku-buku, tetapi juga menjadi tempat studi dengan lingkaran-lingkaran studi
yang berkembang di dalam toko buku tersebut. Penjaga toko selain menjadi
pemilik toko, juga berperan sebagai
muallim dalam lingkaran studi tersebut. Dan sebagian yang memiliki toko
buku ialah para ulama. Hal ini menunjukkan betapa besarnya antusias umat Islam
masa itu dalam menuntut ilmu.
e.
Perpustakaan
(al-Maktabah)
Salah satu perpustakaan yang sangat terkenal, yaitu Bait al-Hikmah, yang didirikan oleh al-Rasyid. Perpustakaan
dikatakan sebagai lembaga pendidikan karena pada masa itu buku-buku sangat
mahal harganya, ditulis dengan tangan, sehingga hanya orang-orang kaya saja
yang bisa memiliki secara pribadi. Oleh sebab itu, bagi masyarakat umum pecinta
ilmu, tentunya memanfaatkan perpustakaan ini sebagai sarana memperoleh ilmu
pengetahuan dan untuk selanjutnya dikembangkan.
f.
Salun
Kesusastraan (al-Shalunat al-Adabiyah)
Salun Kesustraan adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh para khalifah untuk membahas berbagai macam
ilmu pengetahuan. Pada masa Khulafaurrasyidin sebenarnya sudah ada dan
diadakannya di masjid. Sedangkan pada masa Umayyah, pelaksaannya di istana dan
hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja. Salun sastra yang berkembang
adalah salun di sekitar para khalifah yang berwawasan ilmu dan para cendekiawan
sahabatnya. Majelis sastra ini menjadi tempat pertemuan untuk bertukar pikiran
tentang sastra dan ilmu pengetahuan.
Pada masa al-Rasyid majelis sastra ini sangat berkembang, Karena
al-Rasyid sendiri merupakan ahli pengetahuan yang cerdas, sehingga al-Rasyid
aktif di dalamnya. Pada masa pemerintahannya sering diadakan perlombaan antara
ahli-ahli syair, perdebatan antara fukaha dan juga sayembara antara ahli
kesenian dan pujangga.
g.
Rumah
Para Ilmuwan (Bait al-Ulama’)
Beberapa ilmuwan menjadikan rumah mereka sebagai lembaga pendidikan,
antara lain seperti rumah Abi Muhammad ibn Hatim al-Razi al-Hafiz dalam
mempelajari ilmu-ilmu Hadits. Rumah Ibnu Sina dalam mempelajari ilmu kedokteran
dan rumah Abi Sulaiman al-Sajastani dalam mempelajari ilmu filsafat dan ilmu
mantik[4].
h.
Observatorium
dan Rumah Sakit (al-Bamaristan)
Observatorium berfungsi sebagai lembaga pendidikan atau sebagai tempat
untuk transmisi ilmu pengetahuan. Di observatorium sering diadakan kajian-kajian
ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani. Para ilmuwan melakukan pengamatan dan
riset di observatorium tersebut.
Rumah sakit juga merupakan tempat menggali ilmu, khususnya bagi calon
dokter atau orang yang sedang menuntut ilmu kedokteran. Sehingga rumah sakit
merupakan tempat mereka mempraktekkan segala teori yang telah mereka dapatkan
sebelumnya. Bisa dikatakan observatorium dan rumah sakit juga merupakan dua
lembaga yang memiliki peran terhadap berkembangnya pendidikan Islam.
i.
Al-Ribath
Al-Ribath merupakan tempat kegiatan orang sufi yang ingin menjauh dari
keduniawian dan berkonsentrasi semata-mata hanya untuk beribadah. Juga
memberikan perhatian terhadap keilmuan yang dipimpin syeikh yang terkenal
dengan ilmu dan kesholikhannya.
j.
Al-Zawiyah
Al-Zawiyah merupakan tempat
berlangsungnya pengajian-pengajian yang mempelajari dan membahas dalil-dalil
naqliyah dan aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta digunakan oleh
para sufi sebagai tempat untuk halaqah berdzikir
dan tafakur untuk mengingat dan merenungkan keagungan Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua
Islam yang berkuasa di Baghdad, Irak. Bani Abbasiyah berkembang pesat dan
menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan
melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia.
Bani Abbasiyah berkuasa selama 150 tahun
setelah berhasil merebut kekuasaan Bani Umayyah pada tahun 750 M. Bani
Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad SAW. yang termuda
yaitu Abbas bin Abdul Muthalib, oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam
Bani Hasyim.
Daulah Abbasiyah mencapai masa
kejayaannnya pada masa pemerintahan al-Rasyid dan putranya al-Makmun. Kekayaan
Negara banyak dimanfaatkan al-Rasyid untuk keperluan social dan mendirikan
rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Daulah Abbasiyah lebih
menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan
wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbasiyah dengan Bani umayyah.
B. Saran
Semoga
dengan adanya perjuangan para ilmuwan Islam dapat memacu semangat kita sebagai
generasi yang akan datang dalam menuntut ilmu, baik ilmu pengetahuan umum
maupun ilmu agama.
Dengan segala penyajian makalah yang masih
jauh dari kata sempurna, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah-makalah selanjutnya. Terimakasih.
Daftar Pustaka
Buku Pustaka:
Suryantara, H. Bahroin. 2011. Sejarah Kebudayaan Islam. Bogor: Yudhistira.
Ramayulis. 2011. Sejarah
Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Internet:
Dr. Marzuki, M.Ag_. Buku PAI SMP - 8 Sejarah Bab 10.pdf.
[1] Ekspansi/ek-span-si/ekspansi/n perluasan
wilayah suatu Negara dengan menduduki (sebagian atau seluruhnya) wilayah negara
lain; perluasan daerah. Lihat di KBBI, (http://kbbi.web.id/ekspansi).
[2]
Renaisans/re-nai-sans/n masa peralihan dr abad pertengahan kea bad
modern di Eropa (abad ke-14-17) yang ditandai oleh perhatian kembali kepada
kesusastraan klasik, berkembangnya kesenian dan kesusastraan baru dan tumbuhnya
ilmu pengetahuan modern. Lihat di KBBI, (http://kbbi.web.id/renaisans).
[3] Halaqah adalah sekumpulan orang yang ingin
mempelajari dan mengamalkan islam secara serius. Lihat di https://myhalaqoh.wordpress.com/about/.
[4] Ilmu Mantik ialah pengetahuan tata cara
berfikri (atau hal menerangkan sesuatu) hanya berdasarkan pikiran
belaka,logika. Lihat di http://kbbi.web.id/ilmu.
makasih infonya..
BalasHapusiya sama-sama mas
Hapus