Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
MASAILUL FIQIH
Dosen: H. Zulkarnain, S.Ag, MH
Disusun Oleh:
JONI
LILI AGUSTINI
Semester: IV B
Jurusan: Pendidikan Agama Islam
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
IBNU SINA BATAM
TAHUN 2016/2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keluarga Berencana (KB) dapat dipahami sebagai suatu program nasional yang
dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan
pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan lapangan
pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi sacara nasional. Dalam
pengertian ini, KB didasarkan pada teori populasi menurut Thomas Robert
Malthus. KB dalam pengertian pertama ini diistilahkan dengan pembatasan
kelahiran (tahdid an-nasl).
Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan ummat manusia di muka bumi ini
menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu, manusia akan menghadapi keadaan
yang terus berbeda. Dimulai dari segi sosiologi, norma
hidup manusia, keilmuan tekhnologi dan perubahan lainnya. Perubahan ini
menunjukkan bahwa semakin berkembangnya manusia maka diperlukannya pula sikap
dan usaha bagaimana cara menghadapinya dan mencari solusinya.
Sudah banyak studi yang dilakukan oleh para ulama dan lembaga-lembaga keislaman
mengenai KB dalam berbagai perspektif. Para ulama berbeda pendapat
dalammenyikapi KB. Perbedaan pendapat terjadi karena tidak adanya nash
(Al-Qur’an dan Hadis) yang secara eksplinsit melarang atau membolehkan ber-KB.
Itulah sebabnya hingga kini masih muncul kontroversi seputar KB dalam wacana
intelektual islam.
Untuk mendapat gambaran yang komprehensif tentang bagaimana sesungguhnya
pandangan islam terhadap KB memang tidak ada jalan lain kecuali harus kembali
kepada sumber ajaran islam yang paling otoritatif, yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Namun karena tidak ada penjelasan yang eksplisit, maka harus dilakukan kajian
yang lebih mendlam atas kedua sumber tersebut dengan cara mengidentifikasi
semua ayt-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis nabi yang terkait dengan permasalahan
KB untuk kemudian ditarik pesan-pesan substantive serta semangat ajaran
(maqashid al-syari’ah) yang dikandung kedua sumber tersebut. Dengan begitu akan
terlihat secara utuh sikap islam sesungguhnya terhadap KB. Untuk itu pada
kesempatan ini kami mencoba membahas “KB DAN ALAT PENGGUNAAN KONTRASEPSI”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian keluarga berencana ?
2. Bagaimana Pandangan islam tentang keluarga berencana ?
3. Bagaimana hukum
dalam metode penggunaan alat kontrasepsi ?
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui pengertian keluarga berencana
2. Untuk mengetahui Pandangan islam tentang keluarga berencana
3. Untuk mengetahui hukum dalam metode
penggunaan alat kontrasepsi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga Berencana (KB) adalah istilah resmi yang dipakai di
lembaga-lembaga Negara kita seperti Badan Koordinasi Keluarga Berencana
(B
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur Alhamdulillah kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal. Dan berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya pula, kami dapat menyelesaikan makalah MASAILUL FIQIH yang
insyaallah tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
banyak terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, kritik, saran, dan masukan yang
membangun sangat penulis butuhkan untuk dijadikan pedoman dalam penulisan ke
arah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita semua. Amiin.
Batam , 6 Maret 2016
KELOMPOK III
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................
I
KATA PENGANTAR............................................................................................ II
DAFTAR ISI............................................................................................................ III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan masalah...................................................................................... 1
C. Tujuan Pembelajaran.................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian keluaga
berencana.................................................................... 3
B. Pandangan islam tentang
keluarga berencana............................................ 4
C. Hukum dalam metode penggunaan alat
kontrasepsi................................. 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 15
B. Saran.......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
Keluarga berencana juga mempunyai arti yang sama dengan istilah
Arab "تنظيم النسل" (pengaturan keturunan/kelahiran) bukan النسل" "تحديد (pembatasan kelahiran).
KB berarti pasangan suami-istri yang telah mempunyai perencanaan
yang konkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan lahir, agar setiap anak
lahirnya disambut dengan rasa gembira dan syukur. Dan pasangan suami istri
tersebut juga telah merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang
disesuaikan dengan kemampuannya sendiri dan situasi-kondisi masyarakat dan
negaranya. Jadi KB itu dititik beratkan pada perencanaan, pengaturan, dan
pertanggung jawaban orang terhadap anggota keluarganya.
Berbeda dengan istilah birth control yang artinya pembatasan
kelahiran. Istilah birth control ini bisa mempunyai konotasi yang
negatif, karena pembatasan Kelahiran dengan mengatakan cukup 2 anak saja atau
tidak mau sama sekali untuk hamil lagi hal itulah yang dilarang oleh syariat
agama. Karena orang yang membatasi kelahiran dapat melakukan apa saja agar
tidak mempunyai anak lagi seperti melakukan sterilisasi, bahkan aborsi, yang
mana kedua hal tersebut dilarang dalam Islam.[1]
Dan pembatasan anak juga bertentangan dengan hukum alam, dan hikmah Allah SWT
yang menciptakan manusia di tengah-tengah alam semesta ini agar berkembang biak
dan dapat memanfaatkan karunia Allah yang ada di alam semesta ini untuk
kesejahteraan hidupnya.
·
Di dalam al-Qur'an dan Hadits, yang
merupakan sumber pokok hukum Islam dan menjadi pedoman hidup bagi umat Islam
tidak ada nas yang sharih yang melarang ataupun
memerintahkan ber-KB secara eksplisit, karena
itu, hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam yang menyatakan:
Pada dasarnya segala sesuatu/perbuatan itu boleh, kecuali/sehingga ada dalil
yang menunjukkan keharamannya.
Selain berpegangan dengan kaidah hukum Islam tersebut di atas, kita
juga bisa menemukan beberapa ayat al-Qur'an dan Hadits Nabi yang memberikan
indikasi bahwa dasarnya Islam membolehkan orang Islam ber-KB.
واليخس الذين لو تر كوا من خلفهم ذربة ضعفا خافوا عليهمۖ فليتقوا الله واليقولوا قولا سديدا ( النسأ : ٩ )
Artinya: “ Dan hendaklah orang – orang takut kepada Allah bila seandainya mereka meninggalkan anak – anaknya yang dalam keadaan lemah yang mereka khawatirkan terhadap ( kesejahteraan ) mereka. Oleh sebab itu hendaknya mereka bertaqwa kepada Allah dan mengucapkan kata – kata yang benar “. ( An – Nisa: 9 )
Selain dalil Al-Qur’an di atas kaidah fiqh mengatakan:
ٲلا صل في السيأ والا فعل الإباحة حتى يد ل الدّ ليل على تحريمها
“ Pada dasarnya segala sesuatu / perbuatan itu boleh, kecuali / sehingga ada dalil yang menunjukan keharamannya “
. B.
Pandangan Islam Tentang
Keluarga Berencana
Hukum islam ada
dua macam yaitu hukum qoth’i dan ijtihadi. Hukum qoth’i ialah hukum islam
yang ditetapkan nash dalam Al-qur’an dan hadits nabi yang qoth’i dilalahnya
(sudah pasti dan jelas petunjuknya) pada hukum suatu masalah. Misalnya hukum zina
Hukum ijtihadi ialah hukum islam yang sudah ditetapkan berdasarkan
ijtihad, karena tiadanya nash al qur’an dan sunnah ,atau ada nashnya tapi tidak
qoth’i dilalahnya. Misalnya hukum mubah (boleh)
ber-KB. Hukum ijtihad bisa berubah itu berdasarkan kaidah-kaidahhukum islam
yang telah disepakati oleh semua fuqoha (ahli fiqih) dan Ushuliyun (ahli ushul
fiqih), yang diantaranya adalah :
الْحُكْمُ يَدُوْرْ مَعَ الْعِلَّةِ وُجُوْدًا وَ
عَدَمًا
“Hukum itu
berputar bersama illat nya (alasan yang menyebab adanya hukum), ada/tidak adanya”.
1.
Pandangan
Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Pandangan Hukum Islam tentang Keluarga Berencana, secara
prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan
keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh
sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi
umatnya. Selain itu, KB juga memiliki sejumlah manfaat
yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan
manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka
tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam.[2]
Dalam al-Qur’an
banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam
kaitannya dengan KB diantaranya ialah :
a.
Surat
An-Nisa’: 9
“Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar”(S. An-Nisa’: 9)
b. Surat Lukman: 14
“Dan kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya
kepada-Kulah kembalimu.” (S.Lukman: 14)
c. Surat
al-Qashas: 77
“Dan carilah pada apa yang
Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.( S. al-Qashas: 77)
2.
Pandangan
al-Hadis tentang Keluarga Berencana
Dalam Hadits
Nabi diriwayatkan:
اِنَكَ تَدْرِ وَرَثَكَ اَغْنِيَاءٌ خَيْرٌ مِنْ
اَنْ تَدْرِهُمْ عَالِةً لِتَكْفَفُوْنَ النَّاسَ (متفق عليه)
“sesungguhnya lebih baik
bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada
meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”
Dari hadits ini
menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga
selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi
orang lain (masyarakat). Dengan demikian pengaturan kelahiran anak
hendaknya direncanakan dan amalkan sampai berhasil.
Dalam hadist Nabi yang di Riwayatkan dalam kitab Bukhari :
“Telah menceritakan pada kami abu al yaman telah mengabarkan pada kami
dari syuaib azuhry berkata telah menabarkan pada saya ibnu muhairiz bahwa abu
said al khudriy mengabarkan bahwa ketia beliau bermajlis bersama Nabi Muhammad
Saw. Berkata “wahai Rasulullah, kami mendapat tawanan, hanya kami juga masih
menyukai harganya. Bagaimana pendapat anda jika kami melakukan ‘azal ?”. maka
beliau besabda:”apakah kalian melakukannya ?, tidak dosa bagi kalian
melakukannya, namun tidak satu nyawapun yang telah Allah tetapkan akan keluar
(jadi) kecuali dia pasti aka muncul juga.
Dan dalam haditsNabi yang di Riwayatkan dalam musnad imam Ahmad :
“Telah bercerita kepada kami hasan, telah bercerita kepada kami zuhair dari
abu az zubair dari jabir ada seorang yang mendatangi nabi Muhammad Saw. Dan
berkat saya memiliki seorang anak
perempuan dia adalah seorang pelayan kami dan yang memberi minuman kendaraan
kami. Saya menyetubuhinya namun saya tidak suka dia hamil. Kemudian Rasulullah
Saw bersabda “lakukan ‘azal (mengeluarkan air sperma di luar kemaluan wanita)
jika kamu mau, namun bagaimanapun tetap akan terjadi apa yang telah ditakdirkan”.
3.
Menurut Pandangan Ulama’
Para ulama yang
membolehkan KB sepakat bahwa Keluarga Berencan (KB) yang dibolehkan syari`at
adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan
kehamilan sementara atas kesepakatan suami-istri karena situasi dan kondisi
tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Dengan
demikian KB disini mempunyai arti sama dengan tanzim al nasl (pengaturan
keturunan). Sejauh pengertiannya adalah tanzim al nasl (pengaturan keturunan),
bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan (taqim) dan
aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang. Pemandulan dan aborsi yang
dilarang oleh Islam disini adalah tindakan pemandulan atau aborsi yang tidak
didasari medis yang syari`i.
Diantara ulama’
yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut,
Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB
dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari
kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa
perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu
berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan.
Tidak
sepakat Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-maududi melarang kb karena kb merupakan
termasuk membunuh keturunan seperti firman allah yang artinyadan jangan lah
kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinankami akna memberi rizki
kepadamu dan kepada mereka.
C. Hukum
Dalam Metode Penggunaan Alat Kontrasepsi
Ada lima persoalan hukum yang berkaitan dengan penggunaan
alat kontrasepsi. Pertama, masalah cara kerjanya, apakah mencegah man’u
al-haml atau menggugurkan isqot al-haml Kedua, sifatnya apakah hanya
pencegahan kehamilan sementara atau bersifat Ta’qim.
Ketiga, masalah pemasangannya, bagaimana dan siapa yang memasang alat
kontrasepsi tersebut. Hal ini berkaitan dengan hukum melihat aurat orang lain. Keempat,
implikasi alat kontrasepsi terhadap kesehatan penggunanya . Kelima,
masalah bahan yang digunakan untuk membuat alat kontrasepsi tersebut.[3]
Alat
kontrasepsi yang dibenarkan menurut Islam adalah yang cara kerjanya mencegah
man’ual al-haml, bersifat sementara (tidak permanen) dan dapat dipasang sendiri
oleh yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang
auratnya, tetapi dalam keadaan darurat dibolehkan. Selain itu, bahan pembuatan
yang digunakan harus berasal dari bahan yang halal serta tidak menimbulkan
implikasi yang membahayakan bagi
kesehatan.
Ada berbagai metode yang dapat dilakukan dalam ber-KB, baik
dari tekhnik bersenggama maupun dengan menggunakan alat kontrasepsi. Hingga
kini, paling tidak, ada 5 macam metode KB yang di jalankan. Berikut ini
penjelasan kelima metode kontrasepsi tersebut dan pandangan ulama fiqih
mengenai hukum melakukannya
- Metode Perintang
Metode
perintang bkerja dengan cara menghalangi sperma agar tidak bertemu dengan sel
telur. Metode ini tidak mengubah cara kerja tubuh penggunanya.maupun
pasangannya. Efek sampingnya sangat sedikit dan aman digunakan, terutama bagi
ibu yang sedang menyusui. Alatkontrasepsi yang banyak digunakan adalah kondom,
diafragma, dan spermisida.(berbentuk jelly
Kondom,
terutama untuk laki-laki, banyak digunakan di Indonesia. Berbentuk kantong
kecil terbuat dari lateks yang membungkus alat kelamin pria. Cara kerjanya
mencegah kehamilan dan penggunaannya tidak membutuhkan orang lain. Selain itu
tidak adanya ditemukan efek samping bagi penggunaannya, bahkan dapat mencegah
penularan lewat hubungan seksual. Tidak ditemukan pendapat ulama yang
mengharamkannya.
Diafragma
berbentuk seperti mangkok ceper yang terbuat dari karet lunak. Alat ini bekerja
dengan cara menutupi mulut rahim sehingga sperma, meski mungkin masukke vagina,
tak bisa meneruskan perjalanannya menuju rahim. Karena cara kerjanya yang
mencegah kehamilan, tidak ada persoalan hukum dalam penggunaannya.
Spermisida
memiliki berbagai macam bentuk, baik busa, tablet, krim ataupun jeli. Dipakai
sebelum berhubungan dengan cara dioleskan kedalam vagina. Cara kerjanya
membunuh sel sperma pria sebelum memasuki rahim. Jika tidak ada efek samping
yang membahayakan yang ditimbulkannya, maka alat kontrasepsi ini dapat
digunakan atas kerelaan istri sebagai penggunanya.
2. Metode Hormonal
Metode hormonal dilakukan dengan
cara memakai obat-obatan yang mengandung dua hormon, yaitu estrogen dan progestin. Di gunakan oleh pihak
perempuan dan kandungan dua hormon tersebut serupa dengan hormon-hormon alamiah
yang dihasilkan tubuh wanita, yaitu estrogen dan progesterone. Ada tiga jenis
alat KB yang biasa di gunakan dengan metode ini, yaitu pil pengendali kehamilan
yang harus di minum setiap hari, suntikan yang diberikan beberapa bulan sekali
dan susuk yang berbentuk enam tabung yang sangat kecil dan lunak yang dimasukan
ke bawah permukaan kulit sebelah dalam lengan. Pada umumnya jenis pil dan
beberapa jenis suntikan mengandung kedua hormon di atas. Namun ada pula pil,
beberapa jenis suntikan yang hanya mengandung hormon progestin.
Berbeda dengan metode perintang,
metode hormonal merubah proses kerja tubuh. Dengan metode hormonal indung telur
(ovarium) perempuan dihalangi sehingga tidak melepas sel telur kedalam rahim.
Selain itu, metode ini juga menyebabkan lender di mulut rahim menjadi sangat
kental, sehingga menghalangi sperma untuk dapat masuk.
Dilihat dari cara kerjanya, alat
kontrasepsi ini tidak bermasalah karena ini hanya mencegah kehamilan yang
bersifat sementara. Penggunaannyapun mudah dan dapat dilakukan sendiri atau
dengan bantuan orang lain (tenaga medis) tanpa melihat aurat besar.
Persoalannyaterletak pada implikasi kesehatan dan bahan yang digunakannya.
Tidak semua perempuan dapat menggunakan metode hormonal karena dapat membawa
efek samping yang membahayakan, misalnya perempuan yang mengidap penyakit
kanker payudara. Oleh karenanya, ia baru boleh digunakan jika mendapat
rekomendasi dari tenaga medis. Persoalan lain adalah pada bahan pembuatannya.
Pada umumnya obat-obatan yang bersifat hormonal menggunakan bahan-bahan yang
diambil dari unsure hewani, meskipun ada juga yang dibuat dari unsure
kimiawi-sintetik. Sepanjang bahan yang digunakan dari unsure yang halal dan
tidak membawa dampak kesehatan yang membahayakan maka metode hormonal dapat
digunakan dengan syarat atas kesepakatan suami-istri.
3. Metode yang Dilakukan dengan Jalan
Memasukan Alat ke dalam Rahim (IUD)
Ada beberapa jenis alat KB yang
bekerja dari dalam rahim untuk mencegah pembuahan sel telur oleh sperma.
Biasanya disebut spiral atau dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan Intra
Uterine Devices (IUD). Spiral terbuat dari bahan plastic atau plastic
bercampur tembaga yang dapat digunakan sampai 10 tahun. Ia dapat dig anti atau
dikeluarkan dari rahim, yang berarti termasuk dalam kategori alat kontrasepsi
sementara. Hal yang perlu di cermati dalam alat kontrasepsi ini adalah efek
sampingnya terhadap kesehatan pemakainya. Untuk itu, akseptor harus
berkonsultasi terlebih dahulu dengan tenaga medis untuk mengetahui betul
kelemahan dan efek yang di timbulkan serta keamananya jika ia menggunakan alat
tersebut. Apalagi membawa mudlarat bagi kesehatan dirinya tidak di benarkan
penggunaannya dalam hukum islam.
Terhadap penggunaan spiral/IUD,
ulama dan ahli kedokteran berbeda pendapat dalam duaaspek, yaitu cara kerja dan
pemasangan alat.
Pertama,dari segi cara kerjanya. Dr.Ali
Akbar, yang dikenal sebagai ahli kedokteran dan agama, menyimpulkan bahwa cara
kerja spiral/IUD tidak bersifat contraceptive (mencegah
kehamilan)melainkan abortive (menggugurkan kehamilan). Oleh karenanya,
ia haramdigunakan. Pendapat serupajuga di kemukakan Prof. Muhammad Toha yang
menyimpulkan bahwa IUD dalam rahim tidak menghalangi pembuahan sel telur dan
94% dari wanita pemakai IUD tidak menjadi hamil karena melalui
mekanisme kontranidasi (menghalang-halangi sel telur yang
telah dibuahi menempel di dinding rahim). Pendapat kedua ahli tersebut dibantah
oleh banyak ahli kedokteran. Prof. Dr. Muhammad Djuwari, misalnya,menolak jika
kontranidasi disebut sebagai aborsi (abortus provocatus)
Akar persoalan munculnya perbedaan
pendapat ini terletak pada penentuan waktu kapan seseorang disebut hamil,
apakah ketika terjadi pertemuan sperma dengan sel telur yang kemudian mengalami
pembuahan atau ketika terjadi implantasi (menempelnya sel telur yang sedang
berbuah pada dinding rahim). Sebagian ulama menetapkan waktu kehamilan dimulai
ketika terjadi pertemuan antara sel sperma pria dengan sel telur wanita. Namun,
tampaknya pandangan ini telah berubah. Dunia kedokteran telah menetapkan bahwa
kehamilan dimulai ketika terjadi implantasi. Pandangan ahli kedokteran ini juga
telah disepakati Komisi Fatwa MUI. Dengan begitu, dapat dipahami bahwa kontranidasi
bukan aborsi
Kedua, dari segi pemasangannya. Ulama juga
berbeda pendapat dalam hal pemakaian/pemasangan IUD kepada akseptor. MUI
sendiri memiliki dua fatwa yang “berbeda” dalam hal ini. Fatwa pertama tahun
1972 menyatakan bahwa haram pemkaian spiral selama masih ada obat-obat dan alat
kontrasepsi lain. Keharaman ini dikarenakan pemasangan dan pengontrolan IUD
oleh para dokter ataupun tenaga medis karena harus melihat aurat besar (mughallazah)
akseptor. Pendapat ini didasarkan pada QS.Al-Nur [24] 30-31 dan Hadis Nabi Saw.
Yang berbunyi: “tidak boleh laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan tidak
boleh perempuan melihat aurat perempuan lainnya dan janganlah bersentuhan
laki-laki dalam satu kain dan jangan pula perempuan dengan perempuan lain”.
Fatwa kedua MUI dikeluarkan dalam
musyawarah nasional ulama tahun 1983 yang menyatakan: “penggunaan alat
kontrasepsi dalam rahim (IUD) dalam pelaksanaan KB dapat dibenarkan jika
pemasanngan dan pengontrolannya dilakukan oleh tenaga medis dan/atau tenaga
medis wanita atau jika terpaksa dapat dilakukan oleh tenaga medis pria dengan
didampingi suami atau wanita lain”
Dalam kajian fiqih, perubahan fatwa
semacam itu sangat mungkin terjadi, jika illat hukum (alasan yang
menjadi dasar penetapan hukum) berubah karena adanya perubahan zaman, waktu,
situasi, dan kondisi. Kaidah fiqih menyatakan: “hukum itu berputar (bergantung)
pada ada atau tidak adanya illat” dan “hukum itu berubah karena perubahan zaman,
tempat, dan keadaan”
Terhadap perbedaan ulama (ijtihad)
dalam masalah IUD, umat islam dapat memilih diantara kedua pendapat tersebut,
yang menurut mereka lebih kuat dan lebih mashlahat. Kedua pendapat yang berbeda
itu tidaklah salaing membatalkan karena kaidah fiqih mengatakan bahwa “sebuah
ijtihad tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad yang lain”
4. Metode KB Alamiah
Metode alamiah adalah metode yang
tidak menggunakan alat, bahan kimia, maupun obat-obatan, ada berbagai cara yang
dipakai dalam metode ini:
a. Memberi ASI selama 6 bulan. Ini
sejalan dengan QS.Al-Baqarah [2]:233, Al-Ahqaf [46]:15 dan luqman [31]:14
b. Metode pengecekan lender atau metode
pengamatan irama, biasanya disebut dengan metode/system kalender, yaitu metode
berpantang hubungan (atau memakai metode perintang) pada hari-hari subur istri.
Cara mengetahui masa subur istri dengan menghitung siklus bulanan istri atau
dengan mengecek lender (cairan)dari vagina istri setiap hari.
c. Azl/coitus interruptus (senggama
terputus).senggama terputus merupakan metode kontrasepsi yang telah dikenal
umat manusia sejak berabad-abad yang lampau. Mencabut
kalamin lk- perempuan
- Metode Permanen
Sterilisasi
adalah metode kontrasepsi yang bersifat permanent lewat jalan operasi tubuh,
laki-laki atau perempuan, agar steril dan tidak bisa lagi memilik i anak untuk
selamanya (mandul). Meski menjalani operasi, sterilisasi tidak mempengaruhi
kemampuan seksual kedua pasangan. Ada dua cara yang digunakan, vasektomi
dan tubektomi.
Vasektomi
adalah sterilisasi untuk laki-laki yang dilakukan dengan cara operasi untuk
memotong saluran pembawasperma dari kantongnya (zakar) ke penis. Sementara
tubektomi adalah sterilisasi pada perempuan yang dilakukan lewat operasi dengan
cara membuat dua irisan kecil dibawah perut, lalu saluran telurnya di ikat atau
dipotong supaya sel telur tidak bisa menju rahim.
Para
ulama, sebagaimana telah dijelaskan di atas, sepakat mengharamkan metode yang
berdampak terjadinya pemandulan yang permanent (Ta’qim), vasektomi maupun
tubektomi, kecuali dalam keadaan darurat (emergency), seperti terancamnya jiwa
ibu apabila ia hamil atau melahirkan.
- Metode Darurat
Metode
darurat adalah metode menghindari kehamilan setelah terlanjur terjadinya
hubungan suamiistri tanpa pelindung. Metode ini mengupayakan agar sel telur yang
telah dibuahi oleh sperma jangan sampai menempel ke dinding rahim dan
berkembang menjadi janin. Caranya dengan meminum pil KB darurat yang mengandung
hormon estrogene dan progestin, seperti pil mifepristone, segera setelah
terjadinya hubungan. Pil ini hanya memiliki pengaruh jika diminum dalam waktu
48 jam setelah terjadinya hubungan.
Jika
mengacu pada pendapat dunia kedokteran kontemporer dan komisi fatwa MUI bahwa
kehamilan baru dimulai setelah terjadinya implantasi (menempelnya sel telur
yang telah dibuahi pada dinding rahim) maka cara kerja kontanidasi seperti pada
pil KB darurat ini tidaklah termasuk dalam kategori aborsi. Namun, suatu hal
yang perlu dicermati adalah bahan yang digunakan untuk pembuatannya karena ia
bersifathormonal, yang pad umumnya di ambil dari unsure hewani.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
KB berarti pasangan suami-istri yang telah mempunyai perencanaan
yang konkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan lahir, agar setiap anak
lahirnya disambut dengan rasa gembira dan syukur. Dan pasangan suami istri
tersebut juga telah merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang
disesuaikan dengan kemampuannya sendiri dan situasi-kondisi masyarakat dan
negaranya.
Al-Qur’an dan Hadis sebenarnya tidak menjelaskan tentang
maslah KB, sehingga para ulama harus malakukan pengkajian sedam-dalamnya
mengenai hal ini. Terdapat dua pendapat tentang ber-KB, di satu pihak
memperbolehkan, dan di satu pihak tidak.
Ada lima persoalan hukum yang berkaitan dengan penggunaan
alat kontrasepsi, yakni mengenai: masalah cara kerjanya, sifatnya,
penggunaannya, akibatnya, dan bahan yang digunakannya. Ada 6 macam metode yang dilakukan dalm ber-KB yaitu:
1.
Metode Perintang
2.
Metode Hormonal
3.
IUD
4.
Metode KB alamiah
5.
Metode Permanen (sterilisasi)
6.
Metode darurat
B. Saran
Sebagai penyusun,
kami merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu,
kami mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar kami dapat memperbaiki makalah
yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi, H. Masyfuk. Masailul Fiqh. Jakarta: PT. Toko Gunung
Agung. 2006
Yusuf Qordhowi, Syekh Muhammad. Halal Dan Haram Dalam Islam.
Surabaya: PT. Bina Ilmu. 2003
Yakub,
Aminudin. KB dalam Polemik:Melacak Pesan Substantif Islam. Jakarta: PBB
UIN. 2003
[1]
Prof. Drs. H. Masyfuk Zuhdi. Masailul Fiqh. (Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung, 2006), hal. 54-55
[2]
Syekh Muhammad Yusuf Qordhowi. Halal Dan Haram Dalam Islam. (Surabaya
: PT. Bina Ilmu, 2003), hal. 276
[3]
Aminudin Yakub. KB dalam Polemik:Melacak Pesan Substantif
Islam. (Jakarta: PBB UIN,2003), hal. 53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Assalamualaikum Wr.wb
Pesan Berkomentar :
1. Mohon berkomentar yang baik, yang bertujuan untuk memperbaiki dan
bersifat membangun.
2. Dilarang berkomentar untuk yang tidak baik di blog ini atau yang
bertentangan dengan hukum yang berlaku.